Adilmakmur.co.id, Jakarta – Buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh pro-demokrasi Hong Kong ditarik dari perpustakaan umum setelah pemerintah China menerapkan undang-undang keamanan yang baru.
Para pejabat mengatakan buku-buku tersebut akan dievaluasi apakah isinya melanggar undang-undang.
Berdasarkan undang-undang baru, pemisahan diri, subversi dan terorisme bisa diancam hukuman penjara seumur hidup.
Para pengkritik mengatakan, undang-undang keamanan ini menggerus kebebasan di Hong Kong. Namun kritik ini ditolak oleh pemerintah pusat di Beijing.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Proyek Fiktif di BUMN PT Amarta Karya, KPK Tetapkan Lagi 2 Tersangka Baru
Di Kediaman Kertanegara, Jakarta Selatan, Prabowo Sambut Sambut Hangat Kedatangan Surya Paloh
Kedaulatan Hong Kong diserahkan kembali ke China oleh Inggris pada 1997 dan hak-hak tertentu seharusnya dijamin setidaknya 50 tahun berikutnya, dibawah kesepakatan “satu negara, dua sistem”.
Akan tetapi, sejak undang-undang itu mulai berlaku pada Selasa (30/06), sejumlah aktivis pro-demokrasi terkemuka telah mengundurkan diri dari peran mereka.
Salah satu dari mereka, Nathan Law – pemimpin mahasiswa dan sempat menjadi legislator lokal – telah meninggalkan wilayah tersebut.
Setidaknya sembilan buku kini ditarik dan ditandai sebagai “sedang ditinjau”, menurut surat kabar South China Morning Post.
Baca Juga:
Menkeu Sri Mulyani Bertemu Bilateral dengan Presiden European Investment Bank, Ini yang Dibahas
Itu termasuk buku yang ditulis oleh Joshua Wong, seorang aktivis pro-demokrasi terkemuka, dan politisi pro-demokrasi Tanya Chan.
Pada Sabtu (4/7/2020), Wong mencuit lewat akun Twitternya bahwa undang-undang baru ini “memberlakukan rezim sensor gaya [China] daratan” di Hong Kong, menyebutnya sebagai “satu langkah lagu dari… pelarangan buku yang sebenarnya”.
Beijing menolak kritik terhadap undang-undang tersebut, dengan mengatakan perlunya menghentikan jenis protes massa pro-demokrasi yang terjadi di Hong Kong selama tahun 2019, yang kadang-kadang meledak menjadi bentrokan yang sangat keras antara pengunjuk rasa dan polisi.
Mereka juga menolak keluhan Inggris dan negara-negara Barat lainnya yang menganggap China telah melanggar jaminan yang dibuatnya untuk melindungi kebebasan unik Hong Kong.
Baca Juga:
Tergabung Sebagai Anggota Penuh FATF, Menkeu Sampaikan Komitmen Indonesia Perangi Kejahatan Keuangan
China menyebutnya sebagai campur tangan dalam urusan internalnya. (*/bbc)