ADILMAKMUR.CO.ID – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi terkait wacana pemakzulan yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi.
Moeldoko menegaskan Presiden Jokowi fokus bekerja menjalankan tugas-tugasnya.
Menurut Moeldoko, Presiden lebih memilih bekerja dan tidak menanggapi isu pemakzulan terhadap dirinya.
Moeldoko lantas meminta masyarakat untuk fokus pada penyelenggaraan Pemilu 2024 agar berjalan demokratis.
Dengan tidak menciptakan agenda tak produktif layaknya wacana pemakzulan.
Baca artikel lainnya di sini : VinFast akan Investasi di Indonesia, Produsen Mobil Listrik Asal Vietnam Segera Mulai konstruksi
Apalagi, menurut Mantan Panglima TNI itu, pemerintah juga sangat concern dengan Pemilu 2024.
Pemerintah sangat menginginkan Pemilu 2024 di Indonesia berjalan lancar dan sukses.
“Jadi jangan membuat suasana (negatif), karena kita sedang fokus pada penyelenggaraan pemilu.”
Lihat juga konten video, di sini: Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, Ristadi : Tenang Pak Prabowo, Pekerja Buruh Bersama Bapak
“Jangan ada agenda-agenda lain yang menurut saya tidak produktif bagi masyarakat dan pemerintah,” katanya.
Terkait isu pemakzulan, Moeldoko mengklaim pemerintah dan Presiden Jokowi mendapat apresiasi yang sangat tinggi.
Khususnya dari masyarakat Indonesia di berbagai wilayah atas kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Presiden masih sangat concern untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang tinggal beberapa bulan lagi.”
“Ini kita gas habis-habisan, kita gas pol istilahnya, untuk menuntaskan berbagai program pemerintah,” kata Moeldoko
Moeldoko menyampaikan hal itu dalam keterangannya di Bina Graha, Senin (15/1/2024).
Isu pemakzulan Presiden muncul ketika sejumlah tokoh dalam Petisi 100 mendatangi kantor Menkopolhukam Mahfud MD.
Mereka mendatangi kantor Mahfud pada 9 Januari 2024 untuk usul pemakzulan Presiden Jokowi dari Pemilu 2024.
Mahfud menanggapi usulan tersebut dengan menjelaskan, pemakzulan presiden butuh proses panjang.
Dan tentu memakan waktu lama, hal itu dikarenakan proses tersebut harus melibatkan DPR dan Mahkamah Konstitusi.
Wacana itu menuai pro kontra dari berbagai pihak.***