Adilmakmur.co.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo menegur sejumlah Menteri Kabinetnya, diantaranya Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Teguran Jokowi ini diibaratkan sebagai sinyal buruk bagi menteri-menteri tersebut.
Poltikus PDIP, Masinton Pasaribu, mengatakan teguran Jokowi di akhir masa pemerintahan periode pertamanya itu dapat dikatakan sebagai kode.
“Ya mungkin sebagai kode yah. Ya mungkin aja sebagai kode kalau kita membacanya,” kata Masinton di Gedung DPR RI, Jakarta Selasa 9 Juli 2019
Menurut dia, hal tersebut tak hanya terjadi pada Pemerintahan Jokowi. Namun, sebelum Jokowi juga pernah menegur menterinya di akhir periode pemerintahan. Lalu, pada masa jabat pemerintahan berikutnya menteri yang ditegur tersebut tidak dipercaya lagi untuk menduduki posisi menteri.
Baca Juga:
Inti dari Pembentukan Kopdes Merah Putih adalah Musyawarah Desa Khusus yang Libatkan Semua Elemen
Pefindo Catatkan Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari – Maret 2025 Mencapai Rp46,7 Triliun
“Beberapa presiden sebelumnya dari zaman Pak Harto juga gitu kan. Menteri yang ditegur presiden di masa akhir biasanya tidak diikutkan dalam kabinet selanjutnya,” ujar Masinton.
Namun, ia mengatakan, terkait posisi menteri adalah hak prerogatif presiden. Maka itu, bisa saja Jokowi masih mengikutsertakan menteri yang ditegur dalam kabinetnya di periode kedua 2019-2024
“Tapi, ini saya enggak tahu nih. Apakah preseden itu masih berlanjut atau tidak. Saya enggak tau,” ujarnya.
Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jokowi sempat menegur Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Awalnya, Jokowi menyoroti defisit neraca perdagangan.
Baca Juga:
Respons Menhub Terkait Alasan Turunnya Jumlah Orrang yang Lakukan Perjalanan pada Lebaran 2025
Akhirnya Prabowo Subianto Bertemu dengan Megawati Soekarno Putri, Silaturahmi Idul Fitri 2,5 Jam
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditampilkan Presiden, memperlihatkan ekspor pada Januari-Mei 2019 mengalami penurunan hingga 8,6 persen.
Defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan tingginya impor yang tak sebanding dengan ekspor. Jokowi menyebut, impor yang tinggi itu justru berada di sektor minyak dan gas.
“Artinya neraca perdagangan kita, Januari-Mei ada defisit US$2,14 miliar. Coba dicermati angka-angka ini dari mana, kenapa impor jadi sangat tinggi, kalau didetailkan lagi migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas pak menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, bu menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena rate-nya yang paling banyak ada di situ,” kata Presiden Jokowi, di Istana Bogor, Senin 8 Juli 2019. (*)