Adilmakmur.co.id, Jakarta – Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin menilai menjadi oposisi tidak dirugikan karena merupakan bagian dari proses demokrasi sehingga kinerja pemerintah dapat terus diawasi.
“Oposisi seolah-oleh yang dirugikan dan dianggap di luar budaya Indonesia dan berbagai macam julukan padahal mestinya tidak,” kata Iding saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Menurut Iding, makna oposisi menjadi kabur dan sempat terputus sejak pemerintahan Soeharto. Selama 32 tahun itu, lanjut Iding oposisi tidak diperbolehkan sehingga tidak ada yang berani melawan pemerintah pada saat itu.
Namun istilah tersebut menurutnya sebetulnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan meskipun namanya bukan oposisi.
Baca Juga:
Inilah Reaksi yang Dilakukan Jepang Setelah Tahu Indonesia Mampu 3 Kali Tanam Padi dalam Setahun
Beginilah 5 Jalan yang Dilakukan Press Release untuk Lakukan Perbaikan Citra dan Pulihkan Nama Baik
KPK Sita 26 Kendaraaan dalam Kasus Korupsi pada Bank BJB, Termasuk 2 Kendaraan Ridwan Kamil
“Di zaman sebelum kemerdekaan, tradisi kritik pada pemerintah sudah ada bahkan di zaman kerajaan meskipun namanya bukan oposisi tapi itu bentuk perlawanan,” ucapnya.
Oposisi menjadi penting dalam proses demokrasi Indonesia karena menurutnya, mempunyai kekuatan sebagai kontrol pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.
“Sebagai check and balances pada level parlemen dan kontrol terhadap pemerintahan,” ujarnya.
Sementara pengamat hukum tata negara Juanda mengatakan istilah oposisi tidak ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun yang ada adalah fungsi oposisi, yaitu sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.
Baca Juga:
Kejagung Ungkap Kasus Perintangan Penyidikan oleh 2 Advokat dan Direktur JakTV Lewat Narasi Negatif
Inti dari Pembentukan Kopdes Merah Putih adalah Musyawarah Desa Khusus yang Libatkan Semua Elemen
Menurut dia, fungsi oposisi itu bisa dijalankan partai politik di luar pemerintahan dan masyarakat sipil.
Sejauh ini, hanya partai Gerindra dan PKS yang telah menyatakan tetap menjadi pihak oposisi pemerintah.
Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan PKS akan memposisikan diri berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintah.
“Sebagai partai penyeimbang pemerintah yang mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia,” kata Mardani Ali Sera pada diskusi “Empat Pilar MPR RI” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Baca Juga:
Pefindo Catatkan Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari – Maret 2025 Mencapai Rp46,7 Triliun
Respons Menhub Terkait Alasan Turunnya Jumlah Orrang yang Lakukan Perjalanan pada Lebaran 2025
Sementara Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi’i menyebut partainya akan tetap menjadi oposisi baik di pemerintahan dan parlemen guna mewujudkan demokrasi yang sehat.
“Harus ada yang bersikap oposisi dan Gerindra sejak awal sudah menunjukkan positioning sebagai partai oposisi,” ucapnya. (*)