Adilmakmur.co.id, Jakarta — Menyikapi situasi terkini sejak Selasa, 21 Mei 2019 hingga hari ini dimana gelombang aksi unjuk rasa terus berlangsung dan benturan dengan aparat keamanan (Kepolisian (Polri) dan Tentara (TNI) terus terjadi, dan telah menimbulkan korban pada masyarat sipil, alumni LBH-YLBHI mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto.
“Kedua orang ini dinilai membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM,” kata Nursyahbani Katjasungkana, Koordinator alumni LBH-YLBHI dalam relisnya yang diterima sumbarsatu, Rabu (22/5/2019).
Pernyataan yang diteken 17 orang alumni LBH-YLBHI ini meminta agar kepada aparat keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, dengan sungguh-sungguh agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawai dalam menghadapi massa aksi/demonstran.
“Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia,” terangnya.
Baca Juga:
Pefindo Catatkan Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari – Maret 2025 Mencapai Rp46,7 Triliun
Respons Menhub Terkait Alasan Turunnya Jumlah Orrang yang Lakukan Perjalanan pada Lebaran 2025
Alumni LBH-YLBHI menilai, informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa.
Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Selain meminta Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto dicopot dari jabatannya, alumni meminta kepada massa aksi atau para peserta unjuk rasa menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggung jawab, dan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan.
“Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar,” kata Miko Kamal, salah seorang pengacara yang ikut meneken pernyataan ini.
Baca Juga:
Akhirnya Prabowo Subianto Bertemu dengan Megawati Soekarno Putri, Silaturahmi Idul Fitri 2,5 Jam
Ingin Meluruskan Berita Media yang Negatif dan Tidak Berimbang? Ingin Menangkis Serangan Hoax?
Gema takbir, tahmid, dan tahlil membuka fajar gerbang kemenangan melawan hawa nafsu
Untuk itu, kepada aksi massa, Alumni LBH-YLBHI menyarankan agar kekecewaan atas hasil pemilu/pilpres disalurkan sesuai kanal-kanal hukum yang tersedia, penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem demokrasi.
“Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik,” tambahnya.
Patut menjadi perhatian kita semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh patahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidential treshold.
Alumni LBH-YLBHI meminta kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyatnya, jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presdien harus bertanggung jawab.
Baca Juga:
CSA Index Maret 2025 Mencerminkan Peluang Rebound: Optimisme Investor di Tengah Tekanan Pasar
Tak Sebut Nama Gibran Rakabuming Raka, Presiden Prabowo Subianto Beri Kode Soal Calon Presiden ke 9
“Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjuk rasa. Dan mengimbau kepada semua pihak agar menghentikan tindakan represif, tindakan kekerasan, apapun alasannya, kekerasan bukan solusi di era demokrasi,” terangnya. (*)