Adilmakmur.co.id, Jakarta – Kepala Media Center Prabowo-Sandi, Ariseno Ridhwan membenarkan dokumen berisi pemboikotan terhadap salah satu stasiun televisi nasional, Metro TV yang kini beredar di kalangan jurnalis dan sosial media berasal dari pihaknya.
Namun ia menegaskan bahwa surat edaran tersebut hanya untuk kalangan internal. Dan bukan untuk konsumsi publik.
“Benar. Surat tersebut memang berasal dari kami. Tepatnya dari Direktorat Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi,” ujar Ariseno Ridhwan dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 25 November 2018.
“Tapi surat ini dibuat untuk kalangan internal kami. Dan hanya berlaku bagi internal kami. Bukan untuk konsumsi publik,” imbuhnya.
Baca Juga:
Soal Narasi Jokowi Usulkan Mensesneg Pratikno Masuk Kabinet Prabowo – Gibran, Istana Beri Penjelasan
Ariseno menjelaskan, dokumen yang beredar tersebut merupakan surat resmi dari BPN yang diedarkan kepada seluruh anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga maupun partai politik yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur.
“Jadi itu merupakan _legal standing_ bagi seluruh anggota BPN Prabowo-Sandi terkait aturan komunikasi dengan media massa,” terangnya.
Ia juga menerangkan, alasan diterbitkannya dokumen tersebut kepada timses lantaran pihak Prabowo-Sandi menilai apa yang disiarkan Metro TV selama ini sangat terkesan tidak seimbang dan cenderung tendensius. Ini juga merupakan instruksi langsung dari Ketua BPN Prabowo-Sandi, Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso.
“Mereka seperti apa? Silakan tanya ke masyarakat. Selama ini mereka disuguhi tayangan apa terkait pilpres? Bagi kami, tayangan Metro TV terkesan tidak berimbang dan cenderung tendensius”.
Baca Juga:
Tingkatkan Kerja Sama Transfer Teknologi Pertahanan, Dubes Ceko Temui Menhan Prabowo Subianto
Partai Persatuan Pembangunan Evaluasi Kinerja Badan Pemenangan Pemilu, Usai Gagal Masuk Senayan
Jokowi Sudah Ucapkan Selamat kepada Prabowo Subianto Melalui Telpon Usai Menang Pilpres 2024
“Sementara mereka menggunakan frekuensi publik dalam siarannya. Frekuensi publik ini milik semua warga negara, jadi objektivitas harus dijaga,” tandas Ariseno Ridhwan. (bud)