Adilmakmur.co.id, Jakarta – Bank Dunia atau World Bank ingin mengetahui pengalaman Indonesia terkait respon krisis dan perbaikan pasca pandemi Covid-19 dalam webinar World Bank Seminar: Crisis Response and The Future of Recovery – Indonesia’s Experience in the Time of Covid-19 pada Selasa, (7/7/2020).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan di awal terjadinya pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mendukung turisme atau pariwisata. Kemudian, menyadari dampaknya yang makin luas, interaksi terbatas, perusahaan banyak bankrut, tidak bisa membayar pajak, maka penerimaan negara turun namun anggaran kesehatan dan jaring pengaman sosial dan penyangga ekonomi meningkat. Dikarenakan pandemi Covid-19 tidak ada yang tahu hingga kapan akan berakhir, pemerintah merevisi defisit dari di bawah 3% menjadi di atas 3%.
“Awalnya kami mendesain defisit 1,76% dari PDB. Insting pertama setelah ekonomi lumpuh, ini bisa melewati di atas disiplin fiskal 3%. Lalu kami mendesain agar tidak lebih dari 5%. Pada saat itu, merujuk flu Spanyol yang terjadi selama 2 tahun, saya tambahkan 1 tahun lagi, mungkin defisit tersebut bisa dikembalikan lagi ke disiplin fiskal 3% setelah tiga tahun,” jelasnya.
Anggaran kesehatan penting untuk pertama kali dianggarkan. Kedua, untuk jaring pengaman sosial harus diperluas untuk akar rumput terutama untuk sektor informal dan UMKM. Ketiga, Kemenkeu menginstruksikan di Kementerian/Lembaga (K/L), dan Pemda mulai refocusing dan realokasi anggaran.
Baca Juga:
Begini Tanggapan Bos Apple Saat Presiden Jokowi Minta Bangun Pabrik Manufaktur Apple di Indonesia
Sempat Tembus Rp16.000/ Dolar AS, BI Beber Sejumlah Upaya untuk Jaga Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
“Karena saya berpengalaman dengan penganggaran, kementerian, kelakuan dan karakteristik belanja Pemda, bank, makanya saya tahu informasi dan pengetahuan mengenai respon apa yang bekerja. Menciptakan confidence, memberikan guidance, menyediakan sumber, dan di waktu yang sama, berpikir selangkah ke depan apa yang akan terjadi. Itu adalah pertimbangan meredesain anggaran,” jelasnya.
Bank juga menawari bantuan pada situasi tersebut dengan emergency loan (pinjaman darurat) untuk kesehatan. Namun Menkeu menghargai bantuan tersebut dengan mengatakan silahkan berkomunikasi dengan Task Force (Gugus Tugas/BNPB) dan Kementerian Kesehatan. Ia tahu uang tersebut akan dicampur dengan baik (blended) dari dukungan pinjaman multilateral dengan defisit fiskal yang akan melebar dari 1,76% ke 5,4% menjadi 6,4% dalam waktu 3 bulan.
Menkeu melanjutkan, tantangan selanjutnya adalah penganggaran untuk tahun 2021 dimana tahun 2020 saja penerimaan sudah kolaps. Namun ia optimistis bahwa krisis akibat pandemi Covid-19 bisa dijadikan momentum untuk mereformasi banyak sektor seperti sistem kesehatan nasional universal, perbaikan data penerima jaring pengaman sosial, dan cara membantu UMKM yang tepat sasaran.
“Krisis Covid-19 ini kami jadikan momentum untuk mereformasi sistem kesehatan seperti BPJS yang tidak sustainable. Kedua, jaring pengaman sosial untuk mencover 29 juta rumah tangga di Indonesia. Data penerima yang tidak update sejak 2015 merupakan permasalahan baik terkait inclusion-exclusion error atau terkait data yang dikeluarkan Pemda dan Pemerintah Pusat. Kemudian masalah UMKM, kita perlu membantu 64 juta UMKM. Kita perlu nama dan alamat mereka, tapi kita tidak punya walau kita punya rekening penerima, tapi itu tidak ada. Jadi kita harus menghadapi bagaimana kita bisa meraih mereka. Itu semua perlu reformasi,” tegasnya. (keu)
Baca Juga:
Tim Gabungan Berhasil Temukan 20 Korban dalam Insiden Tanah Longsor Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Tim Gabungan Berhasil Temukan 20 Korban dalam Insiden Tanah Longsor Tana Toraja, Sulawesi Selatan