Adilmakmur.co.id, Semarang – Penanggulangan radikalisme sebagai bibit dari terorisme mutlak membutuhkan sinergi dari seluruh pihak. Di Jawa Tengah, merangkul bekas napi teror menjadi salah satu program strategis.
Menurut Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah Haerudin, paham radikal adalah sikap yang mendambakan perubahan total dan revolusioner dengan menjungkirbalikan nilai-nilai yang ada secara drastis, lewat cara-cara kekerasan.
Selain itu, orang berpaham radikal memiliki ciri tertentu, seperti tak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, bersifat eksklusif dan menganggap orang lain salah. Selain itu, radikalis cenderung menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan.
“Memiliki sikap dan pemahaman radikal saja tak mesti menjadikan seseorang menjadi teroris. Ada faktor lain yang bisa menjerumuskannya dalam jaringan terorisme, diantaranya faktor kemiskinan, pendidikan, ketidakadilan, atau merasa kecewa dengan pemerintah. Adapula faktor kulural dengan pemahaman keagamaan yang dangka, serta penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal,” ujarnya di Semarang, Rabu (19/2/2020).
Baca Juga:
Begini Tanggapan Bos Apple Saat Presiden Jokowi Minta Bangun Pabrik Manufaktur Apple di Indonesia
Sempat Tembus Rp16.000/ Dolar AS, BI Beber Sejumlah Upaya untuk Jaga Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Haerudin mengatakan, dari 10.925 narapidana yang kini ditahan di wilayah Jawa Tengah, sebanyak 223 diantaranya adalah napi teroris. Mereka tersebar di 45 lembaga pemasyarakatan. Jumlah napi teroris terbanyak, berada di Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap.
Di tahun 2019, ada 17 tersangka teroris yang diciduk oleh aparat keamanan. Mereka diamankan dari tempat berbeda, karena disinyalir memunyai hubungan dengan kelompok teroris.
“Mereka diamankan dari berbagai tempat. Ada yang ditangkap di Kota Semarang, Surakarta, Sragen, Jepara, Sukoharjo, Kudus, Grobogan dan Salatiga,” urainya.
Hardin menambahkan, strategi cegah tangkal radikalisme tidak mungkin hanya mengandalkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), semata. Perlu upaya strategis dan sinergis, untuk menanggulanginya.
“Di Jawa Tengah, ada 127 eks napi teroris, agar mereka tak kembali ke jaringan teror kita rangkul kembali mereka. Melalui penguatam wawasan kebangsaan dan nasionalisme dan reintegrasi serta pemberdayaan, bagi bekas napi teroris,” ujarnya.
Baca Juga:
Tim Gabungan Berhasil Temukan 20 Korban dalam Insiden Tanah Longsor Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Tim Gabungan Berhasil Temukan 20 Korban dalam Insiden Tanah Longsor Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Namun demikian lanjut nya, program tersebut dilakukan dengan menggandeng instansi lain semisal Kemenag, Kemenkumham, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Yayasan Prasasti Perdamaian serta Yayasan Gema Salam.
“Pola merangkul kembali eks napi teroris, sempat pula dilakukan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Seperti pada momen silaturahmi Pemprov Jateng dengan bekas narapidana terorisme di Suara kata,” katanya.
Terakhir, upaya cegah tangkal juga dilakukan di kalangan anak muda. Hal itu penting, lantaran paparan radikalisme bisa menyasar lingkungan sekolah atau kampus. (ini)