PIDATO CALON kuat Presiden RI 2019 Prabowo Subianto dalam bahasa Inggris menjadi perbincangan publik. Bukan karena konten dan konteksnya, tetapi karena media yang salah menerjemahkan pidato tersebut.
Bisa jadi, media yang pro lawan politiknya juga sengaja membuat kesalahan penerjemahan pidato tersebut, agar menjadi umpan yang gampang disambar oleh lawan politik Prabowo Subianto.
Proyek publikasi lawan politik tersebut sukses dan berhasil. Terbukti pembahasan soal Profesor Fisika UI terus bergulir sampai saat ini. Tentu hanya ada satu pihak saja yang mengambil keuntungan dari sini.
Tetapi secara kerugian, bangsa dan rakyat ini menderita lebih banyak kerugian. Kerugian bangsa sudah terjadi akibat media-media genderuwo mengabaikan kode etik jurnalistik, dan menjadi alat kepentingan penguasa.
Kerugian rakyat lebih besar terjadi, karena politikus yang bekerja secara sontoloyo hanya ingin mempertahankan kekuasaan, dengan menghalalkan segala cara. Akgirnya, rakyat menerima informasi yang diplesetkan, dan rakyat menerima informasi yang missleading, informasi yang salah besar
Kembali lagi ke laptop soal Profesor Fisika UI, benarkah Prabowo Subianto mengatakan seperti yang diberitakan? Ternyata tidaklah demikian. Sindikat media dan politikus sontoloyo sudah seperti mesin yang sedang berusaha membuat missleading (menyesatkan informasi) dari Prabowo Subianto.
Mau tau pidatonya? Berikut ini adalah terjemahan dari kutipan pidato Prabowo Subianto tentang jumlah Profesor Fisika UI di IEF, sebagai berikut :
…Lulusan dari bidang sains, teknologi, teknik (enginering), matematika, berjumlah 300ribu pertahun.
Di China 1,3 juta lulusan per tahunnya. Empat (4) kali lebih banyak dari Amerika Serikat yang lulus di bidang sains, teknologi, dan matematika.
Di Indonesia? Saya agak sedikit ragu mengenai jumlahnya, tapi saya berasumsi jumlahnya sangat menyedihkan.
Saya pernah berbincang dengan seorang Fisikawan peraih Nobel dari Amerika Serikat saat dia berkunjung ke Indonesia.
Dia bercerita mengenai kunjungannya ke Departemen Fisika, Universitas Indonesia, salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Setelah berkunjung kesana, malamnya kami bertemu dan dia bercerita. Seperti Anda semua tahu bagaimana para ilmuwan itu, mereka bukan Diplomat, mereka bukan politisi, mereka berkata apa yang mereka pikirkan (apa adanya, blak-blakan).
Dan dia bercerita kepada saya, “Dengan hormat pak, bagaimana bisa negara anda, negara dengan penduduk terbanyak ke-empat di dunia, dan di perguruan terbaik anda hanya ada satu profesor fisika? Satu!?.”
Saya menceritakan ini saat saya memberikan ceramah di Fakultas Ekonomi beberapa bulan lalu, pak Dino juga hadir disana.
Ketika saya menceritakan ini di Universitas Indonesia, disana hadir Wakil Rektor, dan dia pertama yang protes “Tidak benar itu! Tidak benar kalau kita hanya punya satu Ph.D (Doktor) Fisika!”.
Lalu saya berkata “Baik Pak, bolehkah saya bertanya berapa yang Anda (UI) punya?”
Lalu dia menjawab “Kami akan cek.” Bisa Anda bayangkan, seorang Wakil Rektor tidak mengetahui berapa banyak Ph.D (Doktor) yang dia miliki? Sangat sedih.
Mungkin sejak kunjungan peraih nobel dari Amerika Serikat itu hingga saya memberikan pidato hari ini, mungkin ada peningkatan.
Abad ke-21 adalah abad tentang sains, tentang teknologi dan teknik. Bagaimana kita bisa bersaing tanpa sains,…..
[Oleh : Ki Hartokaryono, pemerhati masalah media dan komunikasi. Tulisan ini sudah dipublikasikan di media Opiniindonesia.com]